Kamis, 17 Januari 2013

dahulu



kau bilang dulu kita sedang menunggu waktu,
tapi waktu ternyata tak pernah menunggu kita

yang tersadar di antara detik dan kata-kata
kita,
tak pernah maju ke mana-mana

pergi itu terkadang tak usah berkata,
karena hati kita,
sudah enggan bersama...

#dahulu


Jumat, 04 Januari 2013

Bukan Cerita Dongeng : Habibie-Ainun, Life Story :)

 

Mengapa langit berwarna biru? Kamu gendut, jelek, hitam, kayak gula jawa. Maukah kamu mendampingi aku ke Jerman? Kamu yang paling cantik. Kamu, gula pasirku.  

Part yang indah. Suasana yang sangat terasa Bandung tempo doeloe-nya. :) Kebetulan, sekolah tempat Pak Habibie dan Ibu Ainun menimba ilmu berada tepat di sebelah sekolah saya dulu, dan saya masih ingat sekali kawasan itu (Dago), banyak sekali pohon-pohon besar hingga kini. Pohon besar yang ditampilkan di film itu memang nyata. :)

Tone gambar nya pas sekali, semua yang bergerak pada tiap adegan awal pun tak bercela. Jujur, saya belum selesai baca buku ini, karena mungkin tingkat bahasa Pak Habibie beda sekali dengan saya yang junior ini, namun untuk halaman awal buku, dimana pada bagian ini diangkat difilmnya, saya suka. Ranggamalela, tempat kediaman Keluarga Besari terasa pas sekali.

Ketika Ibu Ainun wafat, saya sempat melihat tayangan Pak Habibie yang begitu mengharukan. Saat itu, saya menyadari bahwa, ada banyak cinta diantara mereka. Sampai-sampai saya membuat note khusus untuk itu. Ketika bukunya keluar, langsung saya beli, walau sekali saya katakan, bukunya belum tamat :D Ketika itu, saya tidak tahu kalau kisah indah ini akan dibuat visualisasinya. :)

Bagi saya, inilah film terbaik yang saya tonton sepanjang tahun 2012. Tidak, tidak berlebihan. Banyak sekali hal positif dari film ini, dari sisi sinematografinya (walau saya awam soal ini), alur cerita, emosi, feeling, dan ini plusnya, ada sisi-sisi sejarah bangsa yang tersegarkan kembali, terlepas dari ya.. iklan di sana-sini :D

Pasti semua setuju, film ini menggambarkan sempurna sisi lain kehidupan Pak Habibie dan Ibu Ainun yang nyaris kita tidak ketahui. Keromantisan mereka berdua yang tak dibuat-buat, sederhana. Sederhana namun melekat indah diingatan. Sisi humanis kita seolah diingatkan kembali bahwa cinta itu begitu sederhana. Melintasi waktu yang tak pernah tahu dimana ujungnya, dengan seseorang yang berarti dalam hidup kita, dan kita pun punya arti dalam hidupnya.

Menikah, adalah proses manusiawi yang hampir penghuni dunia mengalaminya. Namun, berapa banyak yang kisahnya bisa menginspirasi orang lain? :) Pernikahan antara mereka berdua adalah sebuah proses saling antara keduanya. Saling melengkapi dan menopang satu sama lain. Bukan soal siapa yang beruntung mendapatkan siapa, namun bagaimana kekurangan menjadi tak lagi kurang, kelebihan menjadi semakin lebih.

"tak peduli siapa pun itu, mereka belum tentu ada dalam satu frekuensi dengan Ainun"

Dua orang yang ditakdirkan berjodoh pasti akan terus ada dalam satu frekuensi, begitu kira-kira kata Pak Habibie dalam film ini. Memperjuangkan orang yang kita sayang, mempercayai mimpi-mimpinya, dan mewujudkan mimpi-mimpinya serta mimpi-mimpi bersama, kuat sekali digambarkan dalam film ini.

Masa-masa awal pernikahan yang berusaha menjadi keluarga yang mandiri, penuh perjuangan hidup di tanah orang, benar-benar menginspirasi. Bagi saya, tekad Pak Habibie bukanlah gambaran keras kepalanya, namun sebuah tekad yang tak mudah dipatahkan. Pun, pada adegan ketika beliau sedang menjabat sebagai Menristek, dimana ada yang mencoba menyuap beliau, dengan teguh dan berani, beliau tolak mentah-mentah. Semoga pada kenyataan hari ini, bangsa ini masih mempunyai banyak aparat seperti itu, aamiin.

Profesi dokter yang disandang Ibu Ainun, adalah profesi keren, namun lihat, demi masa-masa awal pernikahan, beliau dengan rela mengabdikan sepenuhnya waktu serta perhatiannya untuk keluarga. Wanna be like that! ^__^V

Sisi humanis lain yang digambarkan di film ini adalah Ibu Ainun sedikit marah ketika Pak Habibie kurang beristirahat. Well, itulah seorang istri (mungkin :D). Bentuk perhatian yang tulus, demi kesehatan suaminya :)

Menjadi orang yang dibanggakan oleh anak, istri/suami, juga keluarga, saya tangkap dari film ini. Keluarga-lah yang utama dan yang pertama harus merasakan manfaat kehadiran kita. Pada kenyataannya itu tidaklah mudah.  Terlihat bagaimana anak-anak dari Pak Habibie sangat bangga terhadap ayahnya, that's nice :)


Yang saya suka dari film ini adalah bahwa, surprise sekali Reza Rahardian dan Bunga Citra Lestari sukses berat menjadi dua tokoh sentral, Habibie-Ainun. Logat, cara bicara, cara berjalan, kejeniusan pak Habibie tergambar sempurna. Kesederhanaan, kepintaran, ketenangan serta keanggunan Ibu Ainun pun sempurna diperankan. Casting yang cukup berhasil :) Pemeran-pemeran lain, terutama seting Jerman, itu bagus, ngga kaku!

Latar rumah Ranggamalela nya keren, potret-potret Ibu Ainun, Bandung era tahun 1960an, penggalan-penggalan sejarah bangsa Indonesia era reformasi, dan, Jerman... semua enak dicerna mata. Yang cerdas adalah bagaiman saat rekaman lama digabung dengan adegan film. Seperti, saat penerbangan pertama N250, itu bagus, saat pak Harto dan Bu Tien yang nyata muncul di layar kaca.

Dialog-dialog cerdas, bercampur dengan dialog-dialog segar yang menggundang tawa, juga dialog yang mengharukan. lengkap semua.

Kamu org paling keras kepala yg pernah aku kenal ,, tapi jika aku harus mengulangi hidupku,, aku akan tetap memilihmu.  :)    -Ibu Ainun-


Semua adegan dan bagian film ini istimewa bagi saya. Namun, satu adegan yang paling berkesan bagi saya adalah saat Pak Habibie dan Ibu Ainun mengunjungi kembali hanggar IPTN yang telah mati suri. Terasa sekali, apa yang dirasakan pak Habibie. Mimpi-mimpinya, seolah terhempas, dan disisi lain, yang menyakitkan adalah bahwa untuk membangun ini semua, waktu untuk istri dan anak-anaknya yang ia korbankan. @@ Ibu Ainun, dengan hebat tetap memberi supportnya. Adegan ini dramatis sekali. Saat Ibu Ainun bertanya, " jadi mau jalan-jalan kemana? " , Pak Habibie cuma diam, sambil mengarahkan jarinya ke hati Ibu Ainun. Berkata, memang kadang tak usah dengan verbal :)

Cinta itu harus berarti 'ada' dan 'nyata'. Mendampingi di saat saat-saat terakhir ibu Ainun akan menghembuskan nafas, dari mulai operasi yang tak henti. Itu namanya cinta. Hingga memang benar-benar takdir yang memisahkan. Bukan gombal. Mereka membuktikan. Sungguh menginspirasi. Terima kasih, Pak Habibie dan Ibu Ainun, ^__^V


is not the end :)

note saya, 22 September 2011, ketika bu Ainun dimakamkan.