Rabu, 26 Februari 2014

LeLaki Rumit dan Perempuan Sepele




“Apa kau bilang? Sejak kapan perihal ‘jodoh’ dikatakan hal yang sepele?” Kuteguk kopi hitam yang sedari tadi kudiamkan saja keberadaannya. Obrolan ini menurutku lebih menarik. Terutama sosok yang sedang berada tepat di hadapanku.

“Bukannya hal-hal yang terlalu sering dibicarakan orang-orang berarti itu adalah hal-hal yang sepele, biasa saja, e-x-t-r-a-o-r-d-i-n-a-r-y”, ujarmu sambil menekan suaramu pada kata terakhir.

Perempuan ini, pemikirannya selalu diluar jangkauanku, selalu membuatku kepayahan mengejar langkahnya. Bagiku, jodoh itu adalah sesuatu yang sakral. Jodoh dan menikah. Itu padanannya bukan? Mengapa menjadi hal yang sepele di matanya? Heran.


“Kamu kebanyakan teori!” Pedas sekali ucapannya. Aku mendengus kesal.

Pandangan perempuan yang mempunyai nama depan sama denganku ini tertuju pada sesosok lelaki yang sambil lalu membuang puntung rokok.

“Kenapa kamu memandangi aku?” tanyaku heran.

“Jawab aku, terhadap lelaki tadi yang membuang puntung rokok sembarangan, apa yang akan kamu lakukan?”, tanyanya tiba-tiba.

Aku diam beberapa saat.

“Ah, kamu rumit! “ Perempuan itu berlalu dari hadapanku dan membuang puntung rokok itu ke tempat sampah.









Senin, 17 Februari 2014

Tuan Pagi, Kencan Yuk!




Dear, Tuan Pagi.

Apa kabar embun di sana? Bertemukah kamu dengannya? Katamu, semalam kamu tidak bisa tidur ya? Mungkin rindu membuatmu resah, atau mungkin kamu terlalu lelah dengan aktivitasmu.  Jaga kesehatan ya, Tuan.

Kamu masih ingat kencan kita yang terakhir? Seminggu lalu kita berpetualang menembus Ciwidey. Bertemu dingin dan kabut Situ Patengan dan Kawah Putih. Kita habiskan dalam sehari. Cape sekali, tapi aku senang.

Dulu kamu suka tertawa kalau aku bilang, kita sedang kencan. Kencan itu kan konotasinya untuk orang yang sedang pacaran, kita kan sudah menikah, hehhe.. Ngga apa-apa dong, sudah menikah tetep harus mesra kan? :D Harus malah...

Jadi, selanjutnya kita ke mana nih kencannya? Aku sih inginnya ke Mahameru. Tapi, melihat kondisi pergunung-api-an sekarang yang sedang tidak kondusif, ya sudah kencan ke gunungnya nanti-nanti saja ya, Tuan.

Sebenarnya, bagiku kencan itu tidak berarti harus ke mana gituu.., di rumah juga ngga apa-apa sih. So, kencan kita selanjutnya di rumah saja ya? Kencan di meja makan saja, nanti aku buatkan kamu masakan ya! Oh.. apa? Kamu mau aku buatkan teh sereh juga? Puding pandan? Nasi goreng? Oke... nanti aku buatkan ya!

Menikmati waktu bersamamu selama ini aku sebut kencan sih, di manapun aktivitas kita. Menemani kamu membetulkan pompa air yang rusak, menemani kamu tes CPNS, menemani kamu membetulkan listrik, semuanya. Semua waktuku bersamamu adalah kencan.

Sudah ya, Tuan.., suratnya sudah dulu. Sampai ketemu nanti ya di kencan kita selanjutnya!


Salam sayang,

Istrimu.



Minggu, 16 Februari 2014

Surat Untuk Nona Berinisial "N"





Nona, kamu sering kali bertutur, bahwa di dunia ini tidak akan pernah habis orang-orang yang berbuat baik. Benar, tentunya itu sungguh pernyataan yang benar adanya. Dunia tidak akan pernah kehabisan stok orang-orang baik, walau kita tahu bahwa orang-orang yang tidak baik pun linier bertambah. Dunia pun tidak akan pernah kehabisan orang-orang yang memiliki 'hati', catat itu. Namun, Nona, kamu pun perlu mengingat sesuatu, bahwa, orang-orang baik itu pun memiliki prioritas tentang kebaikannya akan ditujukan kepada siapa.

Pilih-pilih? Bukan, hanya mungkin mereka melihat dulu, apakah benar-benar kebaikan yang mereka berikan akan benar-benar bermanfaat atau kebaikan mereka hanya untuk dimanfaatkan saja? Satir ya, tak apa. Aku hanya mencoba jujur dengan diriku sendiri. Aku harap kamu pun begitu.

Oh ya... , ngomong-ngomong tentang kejujuran. Nona pernahkah tak jujur pada orang-orang di sekeliling Nona? Tentang alasan dibalik semua tindakan dan keputusan yang kau ambil? Iya, mereka memang tak berhak tahu ya, itu semua privacymu, Nona. Tapi menurutku, tindakanmu kurang bijak. Ada banyak orang-orang yang care kepadamu, peduli terhadapmu, tapi kamu meninggalkan mereka semua, tanpa alasan yang 'dewasa' menurutku. Hmmm.. lalu, masih menurutku ya, di tempat baru, adakah hal bermanfaat atau suatu kemajuan dalam hidupmu barangkali, Nona?

Tahukah, Nona? Kebaikan memang akan selalu mengiringi hidup kita, aku sangat percaya. Tapi tolong, tidak melulu harus membuat 'repot' orang-orang yang memang 'ada' dan 'selalu baik' untukmu. Mereka pun punya kehidupan sendiri yang harus diurus, punya keluarga sendiri yang tak ingin diganggu, disita waktunya hanya untuk memikirkanmu bukan? Kamu sering bilang, "aku tak ingin merepotkan orang..". Tapi, sesungguhnya kamu telah melakukan itu.


Ketahuilah, Nona, bahwa hidup bukan hanya soal bersenang-senang dan bergantung pada orang. Berdirilah di atas kakimu sendiri, sesakit apapun rasanya. Maka kau akan belajar tentang hidup. Hargailah orang-orang yang selama ini peduli denganmu, sekeras apapun kata-kata yang mereka lontarkan, sungguh, mereka sebenarnya menyayangimu, tak ingin kau lari dari apa yang ingin kau hindari, tapi mereka ingin kamu belajar menghadapi.

Nona, semoga kau mengerti isi suratku ini. Aku berusaha membantumu, walau sedikit. Jujur, aku kecewa denganmu yang tak kunjung berubah. Jangan kau selalu bilang, bahwa akan selalu ada orang-orang baik di dunia ini, menurutku, itu hanya pembenaranmu saja. Semoga kau mengganti prinsip itu, dengan belajar menjadi orang yang tak selalu mengandalkan orang banyak, belajar menghargai orang-orang yang peduli denganmu. Mereka adalah sahabat-sahabatmu, Nona. Walau mungkin sekarang mereka nampak diam, sesungguhnya mereka hanya bosan mungkin, kau seperti tak peduli akan kepedulian yang mereka berikan. Jadilah mereka apatis.

Oke, Nona, cukup saja surat dariku. Aku lebih lega sekarang. Semoga kamu selalu baik-baik saja dan 'bahagia menurut versi yang kau ciptakan'.

Salam.

Kamis, 13 Februari 2014

Untuk Bapak




Untuk : Bapak

Halo, selamat sore, Bapak!

Sepertinya akhir-akhir ini ada yang Bapak pikirkan ya? Hmm.. aku sudah menduga hal itu dari seminggu lalu. Bapak nampak murung dan selalu berdiam diri. Tak lagi menyeruput kopi hitam, tapi kopi yang biasa. Tak lagi mau makan nasi, Bapak selalu membuat mie. Itu tak sehat, Pak...

Ternyata dugaanku benar adanya. Hari ini, Ibu bilang, " Bapak sedang ada masalah di kantor..". Raut Ibu pun sedih. Pasti Ibu sedih, teman hidupnya yang sudah berpuluh tahun tak mau makan tadi pagi. Pun tak mau membawa bekal yang disiapkannya. Kata Ibu, Bapak sedang malas makan.

Sedih sekali melihat Bapak murung seperti itu. Bapak yang tegas dan pintar. Bapak yang selalu nampak bersemangat, kulihat hanya duduk diam sambil matanya menerawang. Apa yang bisa kubantu untuk sedikit meringankan masalahmu, Pak?

Orang tua adalah pelita. Tanpa mereka, kita tak ada. Tanpa Bapak dan Ibu, aku tak mungkin bisa seperti sekarang, merasakan kehidupan dan meraih impian.

Bapak, bercerita dan berbagilah  jika itu bisa sedikit meringankan masalahmu. Aku sudah mendengar masalahnya dari Ibu. Ternyata korupsi itu memang ada di mana-mana ya, atasan yang tak bertanggung jawab itu memang tak tahu diri aku rasa. Lalu sekarang limpahan pekerjaan yang menggunung itu harus kau selesaikan sendirian, Pak? Aku sedih mendengarnya. Aku tahu Bapak hebat, tapi aku tahu Bapak kecewa atas semua ini. Bapak yang sabar ya.., jaga kesehatan jangan sampai sakit.

Aku selalu mendoakan yang terbaik untuk Bapak. Semoga masalah ini lekas selesai dan Bapak mau makan lagi. Jangan makan mie terus, Pak... ngga baik unuk kesehatan. Jangan lupa selalu berdoa ya. Aku sayang Bapak.


Salam hormat,

Putrimu.

Selasa, 11 Februari 2014

Kepada Cuaca




Selamat pagi cuaca Bandung hari ini yang sejuk sekali!
Selamat pagi juga alpukat yang kita nikmati pagi ini!

Halo cuaca, kamu tolong ya berbaik hati hari ini. Saya ada keperluan yang penting sekali. Iya, hari ini saya mau kencan sama dia. Lumayan jauh nih, ke daerah Ciwidey sana. Mana kita berdua kesiangan lagi bangunnya. Payah banget ya, udah sholat subuh malah tidur lagi, hadeuuh..

Rencananya hari ini kita mau nge-date ke Situ Patengang sana. Cuaca yang baik, semoga kamu moodnya sedang oke ya. Tolong ya, jangan terlalu panas, juga jangan terlalu dingin. Yang pas-pas aja lah ya.., terus, nanti tolong ya kasih sedikit kabut yang mistis-mistis gitu di sana, soalnya saya mau motret, biar agak-agak dramatis gitu hasilnya.

Jam berapa sekarang?
Wah... jam 10.22 W.I.B...!!

Baiklah, sekian dulu surat saya, maaf ya kalau to the point, soalnya saya buru-buru, mau makan pagi dulu juga nih. Makasiiih ya, cuaca, semoga kita bersahabat hari ini!

Salam.

Kepada Oma Dan Opa Yang Romantis



Teruntuk : Oma dan Opa yang romantis...


Selamat sore, Oma dan Opa yang romantis.., apa kabar? Mungkin senja ini Oma dan Opa sedang duduk-duduk menikmati sore kota Bandung yang tak berhujan. Mungkin Oma sudah membuat kue dan membuatkan teh hangat untuk Opa. Teh manis yang hangat, sehangat cinta kalian yang terlihat nyata pagi itu.

Cinta itu bukan benda fisik yang bisa kita lihat wujudnya, namun cinta mewujud dalam bahasa semesta yang pesannya sampai pada orang yang melihatnya.  Seperti ketika pagi itu aku sedang berjalan-jalan hunting foto di daerah Braga.

Sosok kalian begitu istimewa, melintas dan menebar udara beraroma bahagia. Genggaman tangan Opa yang begitu kuat untukmu, Oma. Genggaman yang entah itu adalah genggaman tangan keberapa kalinya sepanjang kisah kalian. Menurutku, Genggaman tangan adalah salah satu bahasa paling nyata dari cinta. Tak perlu kata-kata.

Derap kalian begitu seirama, tak saling meninggalkan, tak juga terlalu dekat, tapi cukup. Seperti cinta. Cinta memberikan udara yang cukup. Tak pernah terlalu banyak, namun juga tak membuatmu sesak. Cukup. Cukup untuk membuatmu tetap mejadi manusia yang apa adanya. Apa adanya dan tetap menjadi seorang yang sederhana.

Oma dan Opa yang romantis, aku ingin tahu bagaimana keseluruhan kisah cinta kalian. Siapa yang mulai mengajak berkenalan? Bagaimana ceritanya? Sudah berapa kata , “ Aku cinta Kamu”, yang saling kalian ucapkan? Menurut Oma dan Opa pentingkah kita mengucapkan kata cinta setiap hari? Perlukah pertanyaan semacam itu? Jika nama orang yang kita cinta terselip dalam doa kita setiap hari.

Oma dan Opa yang romantis, semoga kalian selalu sehat dan bahagia. Aku ingin sekali diberikan kesempatan bertemu kalian lagi, agar aku bisa mendengar kisah kalian, agar aku bisa melihat tatapan mata kalian satu sama lain, dan agar aku bisa mengabadikan gambar kalian dari depan. 

Terimakasih ya, Oma dan Opa yang romantis, berkenan meninggalkan jejak di kameraku, juga di hatiku. Sampai jumpa lagi!


Salam,
Cappucinored – Fotografer Amatir.

Senin, 10 Februari 2014

Teman Bicara




Kepada teman bicara.

Teman bicara, jangan anggap aku perempuan manja yang selalu ingin kau perhatikan. Jangan anggap aku kekanakan dan seperti anak kecil. Aku hanya ingin kita bertemu dan bicara. Itu saja.

Dalam ruangku, aku hanya bisa memandangmu dari kejauhan. Dalam ruangku, aku terlihat baik-baik saja, tapi sesungguhnya aku rindu pertemuan dan perbincangan kita.

Teman bicara, memang saat ini teknologi sudah sangat canggih dan seolah memperpendek jarak. Tapi bagiku, itu semua semu. Aku tak ingin hanya bisa melihat  pesan-pesan darimu yang tak bisa kurasakan detaknya. Aku tak ingin hanya bisa mendengar suaramu tanpa bisa kurasakan teduhnya. Aku ingin melihat matamu berbicara. Aku ingin kamu ada di sini.

Sederhananya, aku ingin kamu ada di sini, duduk di sebelahku.Tak apa hanya duduk saja, kita bersisian menghabiskan waktu tanpa melakukan apa-apa, tanpa ke mana-mana pun aku tak apa. Cukup diam di sini, di ruang bicara kita. Aku hanya rindu kamu dan sungguh ingin bertemu.


Teman bicara, segeralah datang, secepatnya.

Maafkan aku yang egois dan mungkin dalam pikiranmu, aku adalah perempuan yang menuntutmu banyak hal. Tolong aku dimaafkan ya.


Dariku, teman bicaramu yang tengah rindu.






Minggu, 09 Februari 2014

KI Bdg #2



Teruntuk : Kelas Inspirasi Bandung

Minggu pagi dan gerimis yang sendu. Iya, sepagi ini sudah membelah kota Bandung demi bertemu kamu, inspirasi.

Terima kasih ya atas kesempatannya, bisa bertemu inspirator-inpsirator keren dan orang-orang hebat lainnya di Pendopo Kota Bandung pagi ini. Iya. Hari ini adalah hari breafing Kelas Inspirasi Bandung 2.

Rasa penasaran dan sedikit deg-deg-an pasti, walaupun beberapa yang akan ditemui sudah dikenal, pun tentang dunia pendidikan yang setiap hari digeluti, tapi ini pasti akan berbeda sekali. Sehari mengajar, selamanya menginspirasi. Bagi saya,  yang diberikan kesempatan menjadi relawan dokumentator, berarti, sehari merekam jejak, selamanya menjadi kenangan.  Aaaamiin.

Terimakasih untuk kesempatannya, bertemu dengan Ibu Maria yang jauh-jauh datang dari Jakarta, Kang Ajun yang pengusaha muda bersama istrinya yang menemani, Akang penulis siapa namanya saya lupa, Ibu Lintang yang konsultan ibu menyusui (ini saya baru tahu, keren!), dan Kang Asep sang pedagang batagor keliling yang punya perpustakaan di Baleendah sana, yang datang jauh-jauh dari Baleendah dengan bersepeda. Wow.. ! Juga rekan saya nanti yang akan mendokumentasikan kegiatan juga, Tiyas sama teteh videorafer, maaf lupa namanya. Dan, saya merasa nol di antara kalian.

Terimakasih atas hari ini yang super sekali, ilmu yang diberi dari para pengajar muda yang berpengalaman mengajar sampai ke pelosok-pelosok negeri ini, terimakasih untuk transfer semangat dan energi yang bertebaran di udara. Terimakasih untuk moment menyanyikan lagu Indonesia Raya yang menggema itu. Minggu gerimis bersama orang-orang yang extraordinary. Tak lupa terimakasih untuk Pak Desmon, juru kunci museum KAA, kata-kata motivasinya sungguh mengetarkan sekali.

Bagi saya, dalam hidup yang hanya sebentar ini, alangkah ruginya jika kita hanya menjadi penonton, tanpa sesuatu hal bermanfaat yang bisa kita lakukan. Berkarya dan menjadi inspirasi sepertinya lebih berarti.

 Mari kita melakukan sesuatu dan meninggalkan jejak yang hebat di tanggal 19 Februari nanti, untuk anak-anak SD Kebon Gedang 3! 

Mari menginspirasi!


Salam,
Anggota Geng Pepaya


Sabtu, 08 Februari 2014

1488 Jam



Hai, kamu, lelaki yang menjabat erat tangan Ayahku saat perjanjian yang menggetarkan langit dan bumi itu terucap, apa kabar? Katamu, kamu sudah makan siang ya, syukurlah. Jangan lupa, naikkan berat badanmu, kamu masih kurus.

Hai, kamu, lelaki yang memintaku untuk menjadi teman hidupku beberapa waktu lalu, tahukah kamu? Sudah kurang lebih 1488 jam kebersamaan kita. Iya sih, kebersamaan yang belum sepenuhnya, berjarak antara Bandung dan Bekasi, sudah seperti sajak saja ya kisah kita.

Mungkin kisah kita yang baru seumur jagung ini terlalu sederhana ya untuk kita ceritakan kepada dunia, siapalah kita. Tapi, aku sungguh ingin mengatakan : Aku bahagia bersamamu, menjadi bagian hidupmu, hari ini dan untuk selamanya.

Betapa membahagiakan saat kau memperkenalkanku kepada saudara-saudara, teman-temanmu, bahwa aku adalah istrimu. Betapa membahagiakan ketika aku bisa membuatkanmu sarapan atau bekal untuk kau bawa ke kantor, lalu saat pulang kantor dan aku cek, ternyata kamu menghabiskan bekalmu. Apalagi saat kau bilang masakan buatanku enak. Iya, padahal aku masuk dalam kategori istri yang baru belajar masak. Membahagiakan bahwa, kamu orangnya yang kutemui pertama kali saat pagi hari dan mengucapkan selamat tidur saat malam hari. Membahagiakan, bahwa aku saat ini adalah perempuan kedua yang kau cintai setelah ibumu.


Jarak memang rasanya ambigu. Di satu sisi, kita berdua ini masih seperti orang yang pacaran, menanti-nanti saat kita bisa bertemu. Namun, di sisi lain, terkadang aku sedih ketika aku sangat merindukan. Resiko, hubungan jarak jauh.

Hai, lelaki bermata sipit (Ups.. kamu jangan marah ya dibilang begitu, habis matamu sipit-sipit seperti orang jepang sih.. ), terimakasih ya untuk segalanya. Untuk menyayangiku sepenuh hati, untuk memberikan sabarmu saat mood swing-ku kumat, untuk segala kepercayaan atas aktivitasku yang masih ke sana-ke sini, untuk perhatian dan perlindungan yang kau berikan.

Kamu tahu? Aku adalah perempuan yang sangat beruntung bisa bersamamu. Kamu dengan segala kelebihanmu, pun kekuranganmu. Tidak, kisah kita bukan kisah yang sempurna. Karena sempurna itu adalah persepsi. Kita, kita yang harus berusaha menjadi pasangan yang sempurna. Bersamamu, aku selalu bisa merasakan nyaman. Bersamamu, aku selalu menemukan rumah, tempat aku bisa selalu pulang kapan saja


Semoga perjalanan kita bisa terus bahagia. Aku mau, menjadi yang sempurna untukmu.




Teruntuk : Teman Perjalanan, " Selamat tanggal 8 sayang, semoga kita selalu bisa menjadi 'rumah' untuk satu sama lain, I love You :) "


Tertanda,

Istrimu.

Jumat, 07 Februari 2014

Febversary




Selamat sore, Che... :)

Selamat merayakan hari ini ya, hari ke tujuh di bulan Februari. Harimu. Hari ini pasti kamu berbahagia sekali bukan? Betapa tidak, ada banyak doa dan harapan-harapan baik teruntukmu. Hmmm.. banyak kejutan manis juga bukan? Apakah orang ‘ terkasihmu’ juga memberi kejutan yang membuat pipimu merona? Just kidding, Che...

Hari kelahiran adalah hari kebahagiaan bagi setiap orang. Betapa tidak, kamu adalah orang terpilih yang lahir ke dunia. Sosok yang diharap-harapkan kehadirannya oleh ayah dan bundamu. Mungkin diam-diam sekarang mereka tengah tersenyum melihatmu dari kejauhan. Anaknya sudah dewasa dan banyak menuliskan karya hebat. Anaknya seorang penulis yang keren.

Sudah berapa banyak mimpi yang kau raih, Che? Tapi orang sepertimu sepertinya tidak akan pernah kehabisan stok mimpi ya. Memang harus begitu, karena tanpa mimpi dan harapan, kita mati sebelum waktunya.

Lalu, bagaimana dengan hatimu, Che? Sudahkah ada seseorang yang menetap tinggal? Aku sungguh penasarana dengan bagian cerita yang ini. Siapapun dia, aku berdoa semoga kisah kalian berakhir indah ya, seperti namamu.

Sekian dulu suratku. 

P.S : Hadiah puisinya menyusul ya, Che... :D


“Salam FEBVERSARY

-Cappucinored-







Kamis, 06 Februari 2014

Perihal Jarak dan Rindu



Selamat pagi, teman perjalanan..

Mengapa rindu itu cepat ya datangnya? 

Bagiku, rindu adalah rangkaian rasa yang akan membawaku pulang padamu. Apakah kamu tengah merasai rindu yang sama denganku? 

Sudah berapa banyak pagi dan senja yang kita lewati? Semoga selalu ada rindu yang terselip di antaranya.

Hidup adalah selalu tentang pilihan, kata orang-orang. Bagiku, tak pernah ada pilihan, aku selalu pulang ke hatimu.

Mencintaimu adalah  mencintaimu dalam jarak. Mencintaimu berarti ada waktu-waktu yang tak bisa kita selalu bertemu, bersabar atas rindu dan mengusahakan kepercayaan, juga setia. 

Tapi jujur ya, terkadang aku tiba-tiba sedih juga, ketika rindu itu datang tiba-tiba dan kita tak bisa bertemu secepatnya.

"Bersabar ya, rindu itu pasti ada waktunya bertemu..." , katamu.


Untuk jarak, aku tak akan pernah kalah olehnya. Jarak mengenalkanku dengan rindu, dan doa mendekatkan kita. Walau fisik kita terpisah, namun hati kita dekat bukan?


"Aneh ya, aku terpisah denganmu, tapi aku selalu bisa merasakan kehadiranmu, hatiku tenang dan nyaman...", katamu lagi.


Perihal jarak dan rindu ini semoga dapat mendewasakan cinta kita. Sesuatu yang mahal harganya. Pada pagi-pagi selanjutnya, akan ada kata yang berguguran ketika rindu kita bertemu, ketika rindu kita berbicara dalam erat genggaman tangan yang menguatkan,


Kepada teman perjalanan, "hitungan tahun-tahun mendatang, semoga rindu kita rasanya tetap sama ya...", doaku.



|Bandung, 6 Februari 2014, menjelang senja|

P.S : I Miss You,








Rabu, 05 Februari 2014

Namaku Bukan Dona


Namaku bukan Dona. Dulu memang namaku : D-O-N-A.

Sewaktu kecil, teman-temanku selalu mengatakan bahwa namaku cantik dan keren, namaku seperti nama artis. Iya, dibanding nama mereka yang biasa-biasa itu, namaku memang terdengar keren, seperti nama orang luar negeri.

Sewaktu kecil, aku selalu bertanya pada Ayah, apa arti dari namaku? Ayah tak pernah memberikan jawaban yang memuaskanku. Ayah hanya menjawab seadanya.

“Pokoknya nama Kamu itu bagus, Nduk..., bilang saja sama teman-temanmu, namamu artinya bagus..”.

Awalnya aku tak pernah mempermasalahkan namaku, namun semakin besar, memang rupaku sedikit lebih “cantik” dibanding teman-teman sebayaku. Kulitku putih, rambutku ikal dan  berwarna cokelat. Tinggi badanku di atas rata-rata teman sebayaku. Hidungku pun mancung.


Namaku bukan Dona. Tak lagi Dona. Saat aku beranjak dewasa dan mengetahui sesuatu, itu nama seseorang yang meninggalkanku tanpa alasan sejak aku lahir ke dunia. Nama Ibuku. Ibuku yang cantik dan berasal dari luar negeri. Ibu, yang mencintai ayahku, namun cinta mereka seperti negeri dongeng. Tak memperoleh restu, tak berakhir bahagia. Ibu pergi meninggalkanku. 




: Setiap hari Rabu, kru BFG menulis FF161Kata, dan ini tulisan hari Rabu yang kedua :)



Selasa, 04 Februari 2014

Perihal Jatuh Cinta

"Tak ada yang lebih membahagiakan daripada bersama 'teman' yang selalu ada di setiap perjalanan kita"


Selamat pagi, teman perjalanan... :)

Kamu percaya tentang jatuh cinta pada pandangan pertama? Aku tidak. Walau pada kenyataannya, dulu saat kita bertemu untuk pertama kali, aku merasakan tatapanmu lama sekali menujuku. Aku pun begitu, entah kenapa.

Pagi ini kamu sudah minum air hangat? Sebenarnya aku ingin sekali membuatkan untukmu, tapi kita sedang terpisah jarak. Semoga sarapanmu tidak terlambat. 

Tentang jatuh cinta pada pandangan pertama itu, mungkin hanya terjadi pada orang-orang tertentu saja. Bagiku, jatuh cinta padamu terjadi sedikit-sedikit, pada waktu-waktu kebersamaan kita yang seringnya justru berjarak. Kita berada di kota yang berbeda. 

"Tak pernah ada terlalu yang cepat atau terlambat. Semua ada waktunya, sehingga tidak usah bertanya-tanya".

Jika kau bertanya mengapa aku jatuh cinta padamu, maka aku akan tersenyum saja. Kata orang, jatuh cinta itu tak memerlukan alasan. Mungkin benar. Bagiku, mencintaimu pasti ada alasannya, tapi alasan-alasan itu datang seiring waktu di mana aku makin mengagumimu. Ah, teori cinta yang sangat kacau kurasa.

Aku selalu mengatakan bahwa aku orang yang sederhana. Namun bagimu, mungkin aku ini adalah orang yang rumit, karena sebenarnya sederhana itu rumit bukan? Menjadi sederhana pun tak mudah ternyata. Terimakasih untuk tetap tinggal, menetap di duniaku yang rumit. Ya, aku jatuh cinta padamu, bekali-kali.


"Benar jatuh cinta jika kamu mengalaminya berkali-kali pada orang yang sama dan waktu yang lama".



Bandung, 5 Februari 2014, saat mentari masih enggan menampakan senyumnya.


Senin, 03 Februari 2014

Teruntuk Bung Fiersa

Bandung, Maret 2012, Acara Amal 

Selamat pagi, musisi! Sudah berbagi inspirasi-kah pagi ini?

Kota kita sedang Februari dan sepertinya ketika kamu bangun tidur, harum petrichor kesukaanmu menyeruak masuk menusuk-nusuk cuping hidungmu. Apa kabar juga hatimu? Masih-kah gadis pemberi kenangan itu tinggal di hatimu?

Pertemuan bisa hadir kapan saja, dengan siapa saja. Aku tak pernah menyangka semesta begitu baik hati mempertemukan kita hanya lewat dunia maya, pada awalnya. Tapi tidak pernah ada kebetulan di dunia ini bukan?

Aku menemukan karyamu dan mengagumi karyamu.  Sepertinya aku beruntung, bisa mengenalmu secara langsung. Yeah!

Bandung, Maret 2012. Sore itu hujan dan kamu bilang sepertinya akan telat karena motor 'klasik'mu mogok. Kita bersepakat bertemu di sebuah kedai kopi. Kamu datang sedikit tergopoh dengan air hujan yang menempel di jaket jeansmu dan juga di rambutmu yang sedikit 'gondrong'. Aku masih berkostum seragam hari Rabu, sedikit formal.

Hari itu aku mengenalkanmu dengan "teh sereh". Kamu bukan tidak suka kopi, tapi lambungmu sudah tidak kuat jika dikunjungi kopi. Aku tahu sedang berhadapan dengan siapa, orang yang cerdas dan berpengetahuan luas. Kita berbincang ke mana-mana, pun tentang dunia  fotografi yang sama-sama kita minati. Sore itu pun kamu mengatakan salah satu mimpimu, ingin berkeliling Indonesia, suatu hari nanti. Singkat cerita, setelah pertemuan itu kita menjadi sahabat, teman bercakap-cakap dan berdiskusi. Sedikit banyak aku terinspirasi dan mendapat banyak ilmu darimu, musisi. Terimakasih!

Musisi, ada terimakasih khusus yang ingin aku sampaikan. Setelah dulu aku berterimakasih karena aku belajar bahwa ada begitu banyak orang hebat di dunia ini, begitu luas semesta sehingga kita tidak perlu bersedih untuk hal-hal yang tidak perlu dan tidak perlu bersedih hanya karena ada orang yang tak menghargai 'keberadaan' kita. Aku belajar dari karya-karya-mu, dan aku mendapat banyak sahabat baru, dengan segala kebaikan dan kehebatannya.

Sekarang, aku ingin berterimakasih, kamu telah begitu hebat menciptakan lagu 'Edelweis'. Selalu ada senyum setiap kali aku mendengar lagu itu. Karena aku pejalan dan menyukai setiap perjalanan, lagu itu adalah lagu perjalananku, bersamanya, bersama teman perjalananku. Terimakasih untuk lagu yang sangat menginspirasi.


Tenggelam memburai mimpi
Sinarnya yang hampir padam
Terpapah dan tanpa arah
Biarkan harapan musnah

Hari membersit makna
Tangisan yang tak terlihat
Menuntun jejak yang rapuh
Tinggalkan perih tersisih

Bagaimana bila kuterjatuh
Tak kan kulepaskan genggamanku
Bagaimana bila hatiku hancur
Tak kubiarkan itu terjadi

Dunia tak kan selamanya memalingkan wajah
Bawa aku pergi bersamamu tuk melihat  gunung tertinggi, laut terdalam, langit terindah
Dan berjanjilah
Kau dan aku tak kan terpisah

(Lirik lagu Edelweis - Fiersa Besari)

Musisi, teruslah berkarya. Seperti menulis, berkarya itu membuatmu ada dan terus hidup. Salam 11 : 11




Tabik.

Sahabatmu,
Cappucinored




Tentang Cinta yang Sederhana




Teruntuk : Teman Perjalanan


Selalu saja ada hal yang tak terduga. Di luar rencana.

" Aku harus pergi sekarang, ada meeting ternyata...", Dia berkata sambil merapikan jaketnya. Udara pagi ini dingin memang.

Aku tersenyum. Walau sedikit kecewa sih, pagi ini kita melewatkan sarapan pagi bersama.

" Nasi gorengnya dibekal saja kalau begitu ya? ", aku berseru sambil memindahkan nasi goreng yang masih hangat ke tempat bekal, tanpa meminta persetujuanmu. Kamu mengangguk sambil berkata "terimakasih", dalam senyummu.

Kamu berlalu dalam deru suara motor vespa kesayanganmu, juga kesayanganku. Aku memandangmu sampai sosokmu tak terlihat lagi. Rutinitas, keseharian, dan menimbulkan rindu.


Aku terbangun dan sedikit kaget ketika kulihat hari sudah beranjak siang. Terkaget-kaget kudapati banyak sekali pesan chat dalam ponselku, salah satunya, darimu.


" Nasi gorengnya enak sekali... :) " 

Aku tersenyum dan hatiku menghangat. Sesederhana itu cinta.


Terimakasih, teman perjalanan. Sudah beribu detik yang kita lalui, banyak sudah rutinitas yang kita lewati. Terimakasih untuk mengajari aku tentang cinta yang sederhana itu. Cinta yang tak melulu soal kata-kata romantis, yang harus terus dikatakan. Terimakasih untuk selalu menghargai apa yang kulakukan. Aku tahu, nasi goreng buatanku tak seenak itu.

Terkadang, ada waktu-waktu yang tak bisa kita lewatkan bersama, tapi denganmu, yang terlewatkan itu selalu tergantikan. Aku tahu, kita bukanlah abadi. Aku mau meng-abadi bersamamu, belajar membuat kenangan tentang cinta yang sederhana itu.

" Karena cinta memang harus diusahakan ".
P.S : Selamat senja, teman perjalananku :)


Bandung, 3 Februari, di hari yang beranjak senja.