Minggu, 31 Agustus 2014

Acrophobia, Titik Nol Indonesia , dan Air Asia


Jejak di Museum Tsunami - Aceh 


Acrophobia. Itulah yang saya alami. Suatu perasaan takut pada ketinggian atau suatu kondisi di mana seseorang mempunya perasaan takut yang berlebihan saat berada di tempat tempat tinggi, seperti menara, gedung bertingkat, atau saat naik pesawat terbang.

Saya mempunyai ketakutan naik pesawat terbang. Hingga saya berusia lebih dari seperempat abad, belum pernah saya mengalami yang namanya naik pesawat. Ya, tidak niat saja, dan alasan utamanya itu tadi, Acrophobia.

Di sisi lain, saya yang seorang Acrophobia ini, adalah seorang yang menyukai perjalanan. Traveler yang mempunyai mimpi bisa berkeliling Indonesia dan nanti setelahnya bisa pula menjejak dunia. Hingga beberapa tahun belakangan, saya bersyukur bisa diberikan kesempatan untuk mengunjungi beberapa tempat indah di Pulau Jawa dan luar Jawa. Gunungnya, pantainya, kearifan lokal dan budayanya, menakjubkan.  Namun, itu semua saya tempuh masih melalui jalur darat, karena alasan utama saya tadi, Acrophobia.

Hingga suatu hari, teman perjalanan saya memberi tahu kalau ada maskapai penerbangan yang menawarkan tiket promo ke beberapa kota di Indoensia. Menarik, mengingat saya ingin mengunjungi beberapa tempat yang akan sulit jika saya tempuh melalui jalur darat. Dilema, di satu sisi saya ingin sekali traveling ke tempat yang saya inginkan, di sisi lain, jika untuk ke sana hanya dapat ditempuh dengan jalur udara, saya bimbang, dan takut naik pesawat.

“Naik pesawat itu nggak menakutkan kok, malah enak, cepat sampai” ujar teman perjalananku.

“Aku belum pernah, dengar-dengar, ketika awal pesawat akan take off, rasanya mual banget ya?” aku bertanya polos.  

Teman perjalananku hanya tertawa mendengarnya. Setelah ajakan dan hal-hal positif yang diutarakannya cukup membuatku tenang, aku mau juga naik pesawat.

“Kamu memang harus mau, karena tiketnya sudah di tangan nih!”

Bulan April tahun 2013, itulah kali pertama saya naik pesawat Air Asia. Monumental sekali bukan? Di saat anak-anak kecil saja, bahkan bayi sekali pun sudah merasakan naik pesawat, itulah kali pertama saya. Rasanya?

Detik-detik menuju jam lepas landas perasaan saya sangat tenang. Bahkan ketika saya naiki anak tangga satu-persatu, saya tak takut. Begitu masuk ke dalam pesawat, saya sangat menyukainya. Saya penyuka warna merah, dan Air Asia design interior kapalnya merah sekali! Love it! Segala hal berjalan dengan baik pada akhirnya, dan saya hanya merasakan sedikit tegang ketika pesawat sudah sangat tinggi, lalu saya menengok ke luar jendela kapal, dan baru menyadari, oh, saya berada di ketinggian dan bisa jatuh kapan saja. Berlebihan memang. Bersyukur, kami mendarat dengan mulus di Bandara Polonia Medan. Iya, pada waktu itu Bandara Polonia masih aktif beroperasi, dan saya sangat bangga pernah mendarat di sana.

Tujuan utama kami adalah Pulau Weh, Sabang, Aceh. Kami tempuh melalui jalur darat dari kota Medan. Kota Medan pun tak kami lewatkan begitu saja, kami berjalan-jalan dulu di sana. Malam hari baru kami meneruskan perjalanan ke Aceh, dan menyebrang ke Pulau Weh.

Perjalanan selalu terasa cepat. Samudera Hindia tepat di depan kami. Begitu luas tiada berujung. Senja kali ini tak berjingga, namun tak apa. Ini adalah pengalaman paling epik sepanjang kisah perjalanan kami. Iya, saat ini kami berada di titik nol Indonesia, sambil minum es kelapa muda.

“Ini epik banget! Es kelapa muda paling nikmat dan paling jauh yang pernah aku rasain!” ujarnya antusias.

“Iya, gimana nggak epik, perpaduannya udah pas banget : aku, kamu, senja, titik nol, Samudera Hindia, dan es kelapa muda” timpalku.


Pengalaman pertama naik pesawat adalah bersama Air Asia, mengalahkan Acrophobia. Ternyata naik pesawat itu menyenangkan, apalagi tiketnya adalah tiket promo yang sangat ramah budget untuk kami-kami, yang menyukai perjalanan ala backpaker.

So, thank you so much, Air Asia! Semoga semakin dekat dengan kami, traveler Indonesia!

Senja di titik nol km Indonesia




: Tulisan ini diiukutsertakan dalam "Kompetisi Blog 10 Tahun Air Asia"


Sabtu, 30 Agustus 2014

Mengalahkan Kenangan




Tiada yang paling aku mau selain pagi bersamamu
Saat udara kedinginan oleh embun yang turun di beranda
Ketika kaki-kaki kita enggan turun dari peraduan
bahkan untuk sekadar membasahi kerongkongan

Pagi adalah saat teromantis untuk daun-daun
Burung-burung berbincang di dahan-dahan
Dan kita tenggelam dalam lamunan kebahagiaan

Sedang waktu tak pernah menunggu
Kita harus bergegas berlarian dari kenangan
Yang terkadang datang secepat pagi mengusir malam
Kita kalah, lagi-lagi oleh lamunan tentang seseorang

Pagi ini,
Biar hanya ada cerita-cerita kita saja dalam potongan roti
Kemudian ada rindu yang diam-diam menyusup di cangkir-cangkir kopi
Untuk kita sesap pahitnya dalam-dalam
Agar kita tahu, cinta tak selalu tentang bahagia saja


Rabu, 20 Agustus 2014

Cinta yang Ramah




Apa yang kamu tahu tentang cinta?
Tidak satu pun
Bukan soal hujan yang turun romantis di ujung sore
Atau senja yang berurun lalu kita merekamnya diingatan

Cinta tak ramah, katamu
Sejak kapan?
Sejak lampu-lampu kota dinyalakan
Jalanan mulai lengang
Seketika kesepian menyergap
Dan pikiranku penuh tentangnya
Itu katamu

Bagiku cinta selalu ramah
Bahkan saat kenangan-kenangan tak mau musnah
Saat malam menjadi panjang oleh sesak yang menyakitkan
Udara pengap menusukmu tanpa ampun
Saat pagi tak seindah biasanya
Cinta tetap ramah

Pada siapa kau belajar tersenyum?
Pada kesedihan yang hadir di sela bahagiamu
Pada siapa kau belajar menandai kekaguman?
Pada seseorang yang tak sengaja menjabat tanganmu
Padahal kau tak tahu bukan?
Barangkali dialah yang akan berbalik tak menatapmu lagi

Cinta selalu ramah
Pada waktu-waktu kita tahu bahwa segala sesuatu adalah berharga
Sia-sia itu adalah tak menghargai kenangan
Segelap apapun itu,
Akan selalu ada cahaya yang menuntunmu

Cinta selalu ramah
Tataplah matanya diam-diam
Hanya dia yang ada saat kau terjatuh bukan?
Lihat dalam-dalam hatinya
Hanya dia yang selalu ingin melihat pelangi di wajahmu
Hanya dia yang berani membahagiakanmu
Hanya dia, bukan yang lain


P.S : selamat berjuang membahagiakan orang yang kau cintai
Bandung, Agustus hari ke-20