Rabu, 18 Februari 2015

Bukan Rama Shinta


"Kita pasti akan bertemu lagi, sayang..." Kamu menatapku lekat. Jemari kita bertaut.

"Iya.., janji ya.. tunggu aku di sini..."

Kita berpelukan erat. Kakiku berjinjit. Berusaha menyamai tinggi badanmu.

Di sini tak ada orang lain selain kami. Lelaki di hadapanku berkulit tembaga. Matanya tajam namun begitu kekanakan saat menatapku.

Andai takdir bisa kutulis sendiri.


***

Padang rumput ini masih hijau seperti saat pertama kali kita berpisah. Harum. Aku suka harumnya. Sama seperti aku suka harum tubuhmu.


Aku sedikit berlari. Tak sabar rasanya bertemu dengannya setelah dua puluh lima tahun kami terakhir kali bertemu di sini. Aku masih ingat ciumannya. Ciumannya yang manis. 


Itu dia.

Dadaku berdegup kencang. 

"Rama..., kau kah itu?"

Lelaki berkemeja cokelat tua ini membelakangiku. Badannya masih terlihat tegap. Aku sungguh ingin memeluknya saat ini juga. 

Ia berbalik. 

Senyumnya masih sama, matanya pula. Oh, aku begitu rindu padanya. Itu, beberapa helai uban kini di ada rambutnya yang legam. 

"Diona, ibu apa kabar?"



* Flash Fiction ini ditulis untuk mengikuti program #FF2in1 dari Tiket.com dan nulisbuku.com #TiketBaliGratis

Kamulah Satu-Satunya

Ruangan ini mendadak hening. Aku diam. Kamu diam. Dia juga diam. 

"Maksud kamu apa sih, Naz?"

"Aku menyerah. Sampai sini sudah cukup...” 


“Naz, aku sama Caroline itu kesalahan.....,  aku hanya..”


“Cukup!” 



Dia diam. Tetap dengan sikapnya yang merasa menang. Ingin rasanya aku menusuk-nusuk perutnya atas sikapnya itu. Air mata sudah sejak tadi tak bisa kubendung.


Kulempar cincin pemberiannya. Ah, ternyata adegan mirip sinetron ini kualami juga. Tampangku kini mungkin sudah jauh dari cantik. 

Hening menggantung di udara. Caroline yang bermuka barbie itu membenarkan pakaiannya yang berantakan. Aku membuang muka. Jijik.


***

Aku merias diri seperti biasa. Tersenyum, mematut diri di cermin. Aku tak bisa ternyata. Skenario macam tadi itu hanya sampai di anganku. Aku pengecut. 



***

“Sayang...aku pulaang!”



Itu suara Bernard. 

“Aku kangen kamu..” ucapnya, khas dengan suara baritonnya yang seksi itu.

“Kenapa sayang, kok diam...?” Bernard berusaha memelukku.

Aku geming.

Aku tertawa terbahak-bahak di hadapannya. Semakin keras. Semakin keras. Bercampur tangis.

Udara terasa ringan. Aku melayang. Makin ringan.

***

Bernard menangis memelukku erat. Bau amis menguar di seluruh kamar.



* Flash Fiction ini ditulis untuk mengikuti program #FF2in1dari Tiket.com dan nulisbuku.com #TiketBaliGratis




Minggu, 08 Februari 2015

Kepadamu





Pagi tidak pernah benar-benar mengerti
Mengapa embun selalu ingin menyapa daun-daun
Lalu sedikit demi sedikit membiarkan matahari menerpanya
Bergulirlah ia dengan leluasa

Manusia tak pernah benar-benar mengerti
Soal waktu yang menempa perjalanan rasa
Mengapa rindu menjadi tak pernah habis-habisnya
Mengapa cinta semakin bertambah saja



Tahukah kamu?
Aku hanya ingin bertemu pagi yang penuh dengan tatapmu
Membuka mata dan tak merasa sendirian
Di temani dingin pagi dan gelas-gelas hangat yang kau siapkan
Aku tak ingin beranjak ke mana-mana lagi


Bersamamu
Aku tak perlu lagi bertemu gelap dan sendu jalanan sehabis hujan
Atau dingin ruang yang membuatku tak bisa bernapas lega



Karena cinta memang seharusnya begitu
Mengutuhkan



P.S : Selamat tanggal 8 sayang, you know that i love you so much, every day..

Rabu, 04 Februari 2015

Kepada Lelaki Berkemeja Abu-Abu #6 : Desember





Selamat malam, kamu.

Ini surat yang terlambat.

Dalam hidup ada begitu banyak pertemuan-pertemuan. Ada begitu banyak kemungkinan-kemungkinan dalam tiap simpangannya. Manusia selalu menginginkan pertemuan yang berkesan, mendalam, dan membekas dalam ingatan.

Setiap orang yang memiliki minat yang sama, entah mengapa mudah terhubung satu sama lain. Ada saja perekatnya.

Desember 2011. Musim yang dingin dan abu-abu. Sepanjang waktu hujan menyapa. Saat itu, aku adalah seorang yang tengah berjalan tertatih, berusaha berdiri tegak atas apa yang kualami. Tidak, aku baik-baik, hanya baru mengerti tentang sesuatu. Bahwa cinta itu bukan suatu hal yang selalu ramah. Iya, sisa-sisa hari di Desember begitu pucat bagiku.

Namun, entah mengapa, aku selalu menyukai Desember, bagaimana pun rupanya. Kamu datang di Desember sebagai seorang teman baru. Pertemuan kita adalah pertemuan yang akan selalu kita ingat setiap detailnya. Lucu malah jika kita kembali ke tanggal di mana kita berkenalan untuk pertama kalinya. Klise. Berkenalan dengan seseorang di dunia maya yang ternyata adalah teman dari teman kita. Iya, begitulah. Kamu seorang pendaki gunung. Secara tak sengaja aku melihat album perjalananmu ke Mahameru.

Selanjutnya, pertemuan kita tak lagi bisa dibilang klise, karena bulan Januari kamu datang ke kotaku. Sebagai teman. Kita punya niat yang sama-sama baik, punya hobi yang sama, dan punya teman yang sama, pemilik kedai kopi di kotaku.

Kamu tahu? Aku masih mengingat setiap detail pertemuan pertama kita. Walau saat itu aku tak menyimpan perasaan apa-apa terhadapmu. Bukan jatuh cinta pada pandangan pertama. Bukan. Aku ingat bagaiman kamu menatapku lama, iya mungkin kamu saat itu hanya memastikan, ini benar-benar aku. Suatu sore yang cerah di kota Bandung dan di sebuah kedai kopi. Sempurna.

Cinta adalah sebuah pertemuan. Kita tak pernah benar-benar menyadari kapan kita saling jatuh cinta. Pertemuan demi pertemuan selanjutnya, membuatku merasa bahwa, aku sangat nyaman dan aman ada di dekatmu. Aku juga masih ingat saat pertama kali kamu ke rumah dan bertemu dengan ibuku. Ibuku bilang, kamu orang baik. Aku hanya tersenyum. Apakah itu pertanda ya, firasat seorang ibu tentang seseorang yang kelak berjodoh dengan putrinya?

Aku selalu merasa menjadi perempuan yang beruntung. Aku adalah seseorang yang sangat rumit. Namun, bersamamu segalanya menjadi lebih mudah. Kecemasan-kecemasan menjadi hilang. Hidup bersamamu selalu baik-baik saja. Tidak. tentu tidak ada yang sempurna, namun aku tahu, kamu adalah jodoh terbaik yang Tuhan kirimkan untukku.

Seseorang yang mengerti bahwa aku adalah seorang pemimpi, manja, mudah tersentuh, dan tentu saja moody. Bersamamu aku merasa aman menjalani hidup ini. Aku kadang takut, aku takut untuk sesuatu yang pasti nanti akan terjadi. Cinta memang menuntut sebuah keberanian bukan? Berani untuk menjadi orang yang berani.

Pertemuan kita dulu sangat membekas dalam hidupku. Tuhan begitu  begitu baik mempertemukan kita.

Aku sungguh beruntung bertemu denganmu. Aku sungguh beruntung menjadi perempuan yang ada dalam hidupmu.


Aku mencintaimu, selamanya.


With love,


Your wife


Selasa, 03 Februari 2015

Kepada Lelaki Berkemeja Abu-Abu #5 : Bulu Mata



Halo sayang, hari ini bagaimana? Semoga harimu selalu menyenangkan ya!

Aku ingin mengatakan sesuatu yang mungkin tidak penting, tapi aku ingin. Kamu pasti akan tertawa terbahak-bahak, karena kamu tahu hobi baruku ini sangat bisa dimasukkan ke dalam kategori "jail".

Bulu mata kamu lucu. Iya.

Bulu mata kamu lucu, panjang-panjang, sedangkan mata kamu sipit seperti orang Jepang. Dulu, aku tidak ngeh soal ini. Iya, kan aku jarang memandangmu lekat. Baru setelah menikah aku benar-benar tahu kalau kamu memiliki bulu mata yang panjang. Aku sangat suka, hehe..

Hobi baruku adalah memegang-megang dan memainkan bulu matamu. Ha..ha..ha.. Aneh ya? Kamu suka senyum-senyum jadinya melihat tingkahku. Apa ini bawaan hamil ya?

Terakhir kita bertemu, hobi baru ini makin menjadi-jadi. Kamu sampai kegelian. Lalu kamu menggodaku dengan mengatakan hal ini, "Bulu matanya aku potong aja ya, say?"  Aku mendelik. Jangan.

Hal yang tidak penting ya untuk ditulis dalam sebuah surat?

Bagiku, kamu selalu menjadi orang yang membuatku bahagia dan istimewa. Hal-hal besar mau pun hal-hal kecil yang kamu lakukan selalu membahagiakan. Aku bersyukur bersamamu. Sungguh.


P.S : Awas jangan dipotong ya sayang, bulu matanya :D


Salam sayang,


Istrimu

Senin, 02 Februari 2015

Kepada Lelaki Berkemeja Abu-Abu #4 : Perihal Pulang

Selamat senja, kamu.

Kabarnya kamu terlambat pulang kantor. Hati-hati ya, nanti di jalan.

Aku ingin memberitahumu satu hal. Ini soal perasaanku. Dulu sebelum aku bertemu kamu.
Ini soal saling menemukan itu, sayang. Aku selalu berpikir, kenapa ya kita tidak bertemu lebih cepat? Hmm.. pasti alasannya, yang tentu Tuhan lebih tahu mengapa.

Takdir. Pasti itu kan jawabannya.

Aku dan kamu pasti pernah mengalami patah hati. Aku dan kamu pasti pernah mengalami kegagalan sebelum kita saling menemukan, bukan?

Kamu tahu? Aku adalah orang yang sulit jatuh cinta. Walau kelihatannya, teman lelakiku banyak. Tapi mereka semua teman dan sahabat. Kalau pun ada yang (mungkin) salah seorang di antara mereka menyukaiku (mungkin ya... ), aku adalah orang yang kebanyakan mikir :D Kalau ada salah satu sifat dari mereka yang kurang sreg, pasti aku langsung ilfeel.


Kamu? Ah, ya kamu.

Kamu juga masuk jajaran teman biasa loh, dulu itu. Aku juga begitu kan?

Tapi, mengapa ada banyak kebetulan ya yang terjadi pada kita? Tidak ada kebetulan di dunia bukan? Semua sudah digariskan. Kita yang dibawa semesta saling mengenal. Putarannya membawa kita saling menemukan.



Mugkin dulu, aku adalah seorang penakut yang takut jatuh cinta. Tidak paham dan tidak tahu bahwa cinta itu bukan soal waktu yang sesaat. Tidak paham bahwa cinta adalah soal kesungguhan seseorang untuk dapat bersama kita. Bahwa cinta itu adalah tempat kita merasa nyaman untuk dapat pulang. Bahwa cinta itu adalah seseorang yang selalu ada untuk kita, memperjuangkan kita, dan membuat kita menjadi lebih baik dan sempurna.

Iya, cinta itu kamu.


Salam sayang selalu,

Istrimu.



Minggu, 01 Februari 2015

Kepada Lelaki Berkemeja Abu-Abu #3 : Puisi

Sore, hujan

Aku ingin titip sesuatu. Bisakah kau turun jangan deras-deras dulu? Ini, aku masih ingin berjalan-jalan berdua dengannya. Sebab, sore nanti dia akan pulang ke kotanya. Aku masih rindu.

Aku tak tahu kapan aku jatuh cinta padanya. Jika kau bertanya soal itu aku akan menggelengkan kepala secara spontan. Kata orang-orang, jatuh cinta kan tidak pernah bilang-bilang terlebih dahulu. Iya sih, aku jadi percaya soal itu, aku mengalaminya sendiri.

Tahu tidak? Awalnya sih aku mengenalnya biasa saja. Hmm.. ketika pertama kali melihatnya pun, aku berpendapat, kayaknya sih orangnya jutek. Tapi, cinta itu ternyata soal keajaiban. Cinta itu selalu menemukan jalannya sendiri bukan? Kadang kita salah, beranggapan bahwa, kayaknya dia bukan tipe aku deh. Eh, pada kenyataannya, justru dialah yang membuat kita jatuh cinta, dengan caranya.

Dia, adalah lelaki yang mampu membuatku bertahan terhadap pilihanku. Aku bukan orang yang mudah jatuh cinta dan ketika jatuh cinta pun tekadang mudah berubah, maksudnya, jarang ada orang yang mampu membuatku jatuh cinta berkali-kali. Dia tidak rupanya.

Dia pula yang membuatku mampu menulis banyak tentangnya. Puisi-puisi yang tertulis, sebagian memang tentangnya, karena jujur, aku justru tak pandai berkata-kata langsung.

Puisi-puisi yang kutuliskan sebenarnya tidak ada apa-apanya, dibanding dengan begitu banyak hal yang telah ia lakukan untukku. Setiap ucapannya, tingkah lakunya, bagiku adalah puisi paling romantis. Cinta yang ia berikan tanpa henti, adalah juga puisi.

Terima kasih ya, untuk semua kebaikannya. Aku tak bisa membalas banyak.

Salam,

Istrimu.