Minggu, 24 Maret 2013

Prolog tentang Pulang

Yogyakarta, Mei 2012

*Jingga*

Matamu tak pernah bisa membohongiku. Sore yang sedikit redup tanpa jingga. Kita tanpa bicara. Mungkin kita seperti dua kutub magnet yang tak saling menarik. Bisu oleh keegoisan masing-masing.

Bicaralah. Aku terlalu kelu di dekatmu.

Mulutku ingin mengatakan sesuatu, namun ia menjadi tak bergerak ketika beradu pandangmu.
kamu saja, duluan. Kata hatiku.


Sementara hujan menyapa kembali. Lengkap sudah. Sore menjadi lebih sendu kini.


*Bayu*

Wajahmu. Mata sendumu. Cukup. Jangan pandangi aku.
Kataku banyak, tapi tolonglah beri waktu. Aku terlalu gugup bertemu wajahmu sore ini.

Teh yang menemani kita sore ini pun tak cukup membantuku. Tunggu, bersabarlah.

 Hatiku ini harus diredakan gerimisnya. Aku akan mengatakannya sebentar lagi.


*Jingga*
 Matamu menyuruhku untuk tetap ada di sini. Baik. Enaknya kupandangi saja gerimis yang semakin deras itu. 5 menit lagi. Mungkin aku akan berlari saja menerobos hujan. Mengambil senja berjingga di bagian bumi lain. Jika kau diam saja.


*Bayu*
Aku. Aku hanya tak mengerti saja. Untuk mengatakan ini aku mendadak bisu.

"Jingga,... "

Lalu, gerimis seperti diam. Udara menjadi diam. Kamu pun diam.

"  Aku ingin pulang ke rumah, tidak sendirian. Aku ingin pulang, bersamamu, Jingga. Membawa hatimu ikut serta"

Jingga-ku hanya diam. Sejenak kemudian, senja matanya lalu tersenyum. Itu saja.



*Bayu*

Ini tentang jingga.

:

Jingga, pada kisi-kisi hatiku, terangmu menelusup sendu.
Hanya senyummu saja, aku lalu tak bisa berkata-kata.
Kelu.

Jingga,
Apakah setiap cinta harus terkata?

Jingga,
Jika senyummu tak nampak, ingin aku bawakan senja ke hadapanmu. Agar kau bahagia. Itu saja.

...............................................................................................................................................

"Hai, Bayu!"

...............................................................................................................................................

Mendadak senja berpijar di hadapanku.

Hatiku gerimis.





*Jingga*

Ini tentang Bayu. Arahku.

Menyapamu Terlebih dahulu. Sulitnya.
Aku hanya ingin menjadi teduhmu, saat dunia muram tiba-tiba.

Bagaimana mengatakannya? Aku wanita.

Tatapmu tak pernah bisa ku baca arahnya.

Aku mau membacamu, hatimu.


Aku mau pulang saja, sekarang, saat ini. Pada teduh matamu. Agar terluruh semua keresahan dan rasa takutku pada dunia. Bicaralah, walau hanya lewat sudut matamu, tak apa. 









2 komentar: