Senin, 06 Januari 2014

Elegi

karena mencintai itu adalah bahasa tentang kejujuran

Tak ada senja di sini. Kau membohongiku. Yang kudapati hanya jalanan yang basah sisa hujan yang cukup deras, lalu mobil-mobil yang melaju cepat meninggalkan cipratan di ujung sepatuku. Tak ada jingga yang kau janjikan.

Rupanya kamu masih pelupa. Kamu tidak ingat kita seharusnya bertemu sore ini untuk sama-sama menikmati rindu. Lalu berjalan pelan menunggu malam, di sini, di jalanan ini.

Aku menunggumu sedari tadi. Kamu bilang, "tunggu aku di tempat biasa, sambil menikmati senja, yang kamu suka".

Kamu tak datang rupanya. Dingin menusuk-nusuk ujung hidungku. Kurapatkan jaket dan berjalan perlahan. Sudah cukup. Pembohong.

" Jujur lebih baik, walau terkadang itu menyakitkan, namun itulah catatan sang pemberani".

Aku tak ingin mengenalmu lagi, Dit.




" Aku tak sebaik yang kamu kira, Rana.. Aku hanya pecundang yang tak ujung sembuh. Sejak tadi aku menunggumu, aku ingin mengucapkan rindu yang selalu aku sebut-sebut itu. Aku datang, tapi aku hanya pecundang ".

Kubiarkan kamu pergi bersama rindumu, kenanganmu. Aku hanya ingin kamu bahagia. Itu saja, Rana.

2 komentar:

  1. oohhhh,, menusuk mbak, menusuk.
    suka banget deh miss ramadhan tulisannya. :)
    eh ini bukan lanjutan dari sebelumnya kan?

    BalasHapus
  2. halo mbak apa kabar? :)
    alhamdulillah, sebulan ngga menulis, ini lagi latihan lagi mbak... :D
    bukan, ini hanya episode pendek gitu, kisah yang mungkin pernah dialami bbrp orang, ttg kejujuran perasaan :D

    BalasHapus