Selasa, 29 Oktober 2013

(Sebuah) Kisah


"sebab cinta adalah tentang perjalanan waktu, yang mengabadi"


Malam telah lama larut bersama dentingan yang kau sebut itu jam. Aku menunggumu pulang, dalam kantuk. Aku mengira bahwa setelah kita bersama, tak akan lagi kudapati rindu yang begitu menggugu. Aku sangka setelah kita bersama, tak perlu lagi aku mengucap sesuatu yang kita bilang cinta. Aku masih menunggumu. Pukul 23.19.

Gerimis masih mengetuk-ngetuk daun jendela rumah kita. Hujan rupanya, dan aku tertidur, masih menunggumu.

Pesan singkat darimu, dan aku tersenyum. Tak berapa lama, ada tawa kita mengudara di tengah gulita. Begini rasanya cinta. Bermetamorfosis dalam bentuk apa saja. Yang pasti, darimu, asalnya.

Pagi hari aku dapati suara denting gelas dan gerangan air serta harum kopi yang menusuk-nusuk ujung hidungku. Rupanya gerimis masih menyapa pagi kita, dan kamu lebih dulu terjaga. Menyapaku, dengan secangkir kopi buatanmu. Rasa cinta yang lain, bahagia pagi hari.


"Cinta itu tak melulu hal-hal romantis", ujarmu dulu.


Cerita kita bukan cerita negeri dongeng yang bisa kita reka-reka bahagianya. Ada saat pagi menjadi hening yang tak bisa cegah. Ada saat kita seperti dua orang asing yang saling memberi jarak dan enggan bertegur sapa. Namun, pada akhirnya, rindu yang tak pernah habis dan tiada ujungnya, mengulurkan kata maaf, lalu menyungging senyum pelangi untuk kita.


: Ada saat kita mungkin harus menjalani sesuatu, berjarak, berdiam, atau menyendiri. Ada saat-saat cinta harus dikatakan, rindu harus diucapkan. Semua pada akhirnya membuat aku mengerti, kamu segalanya, yang terbaik, maafkan egoisku. 


Suatu hari nanti, jika berkenan hati dan raga kita masih berdekatan, maafkan jika ada waktuku yang sempit untukmu, ada marahku yang berulang padamu, ada diamku yang mungkin tak akan pernah kamu mengerti. Seperti katamu, kita sedang berusaha, selalu berusaha, mengusahakan bahagia.



P.S : miss you,




4 komentar: