Sabtu, 22 September 2012

UGD



sahabat kecil :)


“ Sahabat itu selalu ada, saat yang lain tiada “

Aku bergegas menyeret langkahku lebih cepat, tanpa jeda. Waktu seolah menertawakanku sekarang, mengejekku yang terlalu sombong. Ya! Aku sombong, aku yang bilang kita pasti akan bertemu lagi secepatnya. Benar! Dalam hitungan hari, kita akan bertemu lagi, tapi sungguh, tidak di tempat ini, kawan.

“ Nah kan, kubilang juga apa, kamu masih saja seperti dulu, kopi pahit tanpa gula, apa enaknya coba?”
“ itulah seninya minum kopi, semakin pahit, semakin terasa enaknya!” , ujarmu.

Sore yang sedang gerimis seminggu lalu, kita dan kedai kopi langganan. Tentu saja dengan perbincangan hangat dua sahabat.


Cahaya lampu lorong rumah sakit terbesar di kotaku ini cukup terang, tapi aku merasa semua gelap. Bau obat semakin membuat perasaanku tak enak. Sungguh, aku tak pernah bersahabat dengan rumah sakit. Aku selalu resah bila mengunjungi rumah sakit. Tak pernah merasa betah berlama-lama menyapa dinding putihnya yang pucat. Seolah tak ada warna yang bisa aku nikmati, semua putih, seolah harapan menipis dan habis di tempat ini.

“ Apa kabar Jasmine kecil dan Jasmine besar? “ , tanyaku.
“ Hehehehe, mereka sungguh malaikat-malaikat penyemangatku “ , dirimu tersenyum

Aku membayangkan sosokmu yang telah menjelma menjadi seorang ayah dan suami yang hebat. Kamu selalu lebih hebat dariku, kawan.  Aku selalu ketinggalan langkah darimu. Teringat dulu, ketika kau mendatangiku di suatu sore dengan muka bercahaya yang sulit aku gambarkan. Wajahmu tersenyum, menyampaikan berita bahagia itu. Ya, kau berhasil menyakinkan Jasmine, untuk menjadi teman hidupmu.

“ Tak membenarkanmu saat kau salah “

Samar aku menatap kamar UGD.  Dadaku sesak. Pintu kamar tempatmu sedang berbaring itu tertutup rapat. Angkuh. Aku terdiam di tempatku. Kakiku seolah terbenam ke tanah. Aku enggan beranjak. Aku takut.

“ Ah, kamu terlalu pemilih, kawan “
“ Aku hanya ingin berhati-hati saja dan mendapatkan yang terbaik “ , aku membela diri.
“ bukan itu alasanmu, kamu belum bisa melupakan dia, iya kan? “

Skak mat. Kamu selalu tahu apa yang sebenarnya. Tak membenarkanku ketika aku salah. Apa adanya. Bukan sahabat namanya, jika selalu membuatmu bahagia dengan pembenaran-pembenaran, begitu katamu. Bukan sahabat namanya, jika tak bisa memberimu masukan yang kau perlukan. Kamu, selalu menjadi penyeimbangku.

“Jabat tanganku, mungkin untuk yang terakhir kali
Kita berbincang tentang memori di masa itu
(Kisah Klasik Untuk Masa Depan, Sheila on 7)


“ Sudah malam ini, dua Jasmine menungguku di rumah “
“ Nantilah lima belas menit lagi, segelas lagi cukup “ , bujukku.
“ Secepatnya kita bertemu lagi, masalahmu tentang si embun pagi itu belum beres, kawan “

Lalu, kita saling berjabat tangan erat. Matamu menatap dalam mataku, sejurus kemudian ribuan nasehat meluncur deras. Kamu selalu seperti itu, selalu mengkhawatirkanku. Seperti saudara kandung. Kita tak bisa memilih siapa orang tua kita, namun kita bisa menentukan siapa sahabat kita. Aku memilihmu.

Pintu kamar itu sedikit terbuka kini. Perlahan aku maju, memberanikan diri masuk ke dalam.  Biar aku bisa melihatmu lebih jelas, lebih dekat. Kamu terpejam. Tersenyum, namun diam. Kedua Jasmine-mu setia, kawan. Mereka ada di dekatmu, selalu.

Aku datang. Mungkin aku terlalu mengkhawatirkanmu, kawan. Aku tahu kamu kuat, hebat. Arena balap mana yang tak bisa kau taklukkan? Kemarin itu hanya kecelakaaan.

Ah, dalam sakitmu pun aku kalah, kawan. Kamu terlihat tegar, aku salut.

“ Yang ada saat yang lain tiada, tak selalu mebenarkan kata-katamu, aku ingin menjadi seperti itu, menjadi sahabatmu “

4 komentar:

  1. Seperti membaca novel panjang, yang dibuat begitu singkat, padat dan penuh isi. Selamat buat karya-karya nya ya..:)

    BalasHapus
  2. thanks ya sm_arstk buat apresiasinya, ini masih belajar, amin, doakan ya :)

    BalasHapus