Sabtu, 17 Desember 2011

desert dreams '

Aku pernah mengalami seharian sarat makna, hari yang indah, dimana seluruh detiknya masih terangkum disini *tunjukhati*.

Menjajari langkahnya yang cepat-cepat, hingga terkadang berlari kecil, dan dia tertawa melihat tingkahku, yang menurutnya mungkin lucu.

Lalu aku mulai terbiasa melangkah lebar-lebar bersisian dengannya, duduk berhadapan seperti katamu, bercerita yang tak henti, diselingi mata yang membulat indah, lalu merancang perjalanan yang tak habis-habisnya ditentukan.



kisahmu, seperti membolak-balik isi kepalaku, memaksanya kembali berloncatan, meminta, mendesak-desak layaknya cahaya keluar dari sebuah lensa. ,')

Seterusnya, aku tak bisa menghapus itu semua. Bagiku, semua terlalu 'terekam' untuk dihilangkan, untuk dihapus apalagi.




Suatu hari yang biasa, dia menatapku lekat, walau tak lama. Tapi tak ada yang terucap, hanya sinar alpha dari matanya saja yang ia kirimkan, menembus mataku, mengirimkan ribuan aksara, yang bila diterjemahkan, sorot mata itu ingin mengucapkan kata, maaf ,'(.

Aku hanya diam, mulutku terkunci, tapi mataku tidak.

Waktu, hati, perjalanan, itu bukan milik kita (lagi). Kukatakan dalam tatap mataku padanya, dan jangan menyalahkan keadaan.

kita mungkin, terlalu pagi mengungkap apa yang belum waktunya diungkapkan.

Episode kita, kala itu, terlalu manis untuk hanya sekedar dikenang. Aku tak bisa marah, karena darinya aku belajar banyak.



this way, almost being our way, anytime



                  Aku menitipkan mimpiku, bukan lagi padanya, tak apa, aku tak apa-apa, karena ada yang lebih pantas untuk menitipkan mimpi padanya, *aku terhenyak*.  Ternyata aku seberani itu. 

Aku menunduk dan tak membalas tatapmu, maaf. Aku tak mau tatapanmu membuatku ingin meneduhkan hatiku kembali.



Aku disini, hanya ingin melangkah dan menemui dia, yang kan memegang mimpi-mimpiku, mempercayainya, mentransformasikannya ke dalam cahaya yang tak bias, sehingga kita berdua bisa bercerita kepada dunia. :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar