Rabu, 13 November 2013

Kunjungan

Foto : Cappucinored





Waktu berjalan cepat. Hitungan pagi dan senja yang berulang, mencipta kenangan dalam ingatan. Tinggal.

Harum tanah selepas hujan semalam masih tercium. Aku suka. Pagi ini udara menggigit dan membuatku enggan turun dari peraduan. Mataku masih terpejam saat kusadari aku tertidur sendirian. Sedikit heran, suamiku sudah bangun rupanya.  Hari ini minggu pagi kesekian dalam kisahku dengannya.

Aku berjalan pelan, masih mengantuk. Berniat membuatkan kopi untuknya, dan mencari sosoknya tentu saja. Tak ada kecupan selamat pagi hari ini. Aku cemberut. 

Lamat-lamat kudengar keriuhan di ruang tengah. Harum kopi yang masih menyengat. 


"Selamat pagi, Ayah... "


Seketika pagi ini lebih indah dari biasanya.



Diikutsertakan dalam #FF100Kata

Selasa, 12 November 2013

Edelweis

Foto : Fajar Ramadhan



Hujan menderas sepanjang perjalanan, hatiku kebas. Lampu-lampu penerang mulai menyala, pertanda hari semakin senja.  Kubiarkan butiran bening menjalari pipiku. Hatiku tak tenang. Hanya jika kumampu, rasanya ingin segera berada di dekatmu, sekarang, tanpa jeda.

Kini, yang kurasakan adalah rasa sesal yang penuh. 

" Bagaimana pekerjaanmu? Sibuk sekali ya? " , ujarmu di ujung telepon.

Ada nada tak biasa yang langsung kutangkap dari suaramu. Khawatir. 
Di sinilah aku, di bus eksekutif paling cepat yang bisa kutumpangi. Membelah jarak. Maafkan aku yang egois. Jelas-jelas aku yang kau butuhkan, bukan obat-obat itu. Aku segera pulang, memelukmu, Edelweisku, bayiku yang kutinggalkan demi sebuah pekerjaan.


Dikutsertakan dalam #FF100Kata


Jumat, 08 November 2013

Ampas Kopi Pagi Hari

Foto : Cappucinored



Selesai sudah. Perasaan haru yang sulit aku gambarkan, terlalu bias. Kutatap lamat-lamat wajahnya dari kejauhan. Ia terlihat gagah dengan baju serba putih itu. Lelaki hebat pertama yang kukenal. 
Ada gerimis di matanya. Aku tersedu. 

“ Wah..., kopinya enak, pintar! “  

Aku pecinta kopi, persis Bapak. Bapak bilang kopi buatanku pahitnya pas.

Kudekati sosoknya, sedangkan Ibu sudah tak dapat menahan isaknya sedari tadi. Kurasakan hangat tangannya. Sosok pendiam namun paling kubanggakan.  

Akad nikah telah usai. Bapak mempercayakan putrinya untuk Ia lepas.
Pagi-pagi selanjutnya, tak akan kulihat lagi ampas kopi yang tersisa di gelasnya. Pagiku esok adalah bersama lelaki hebat lain dihidupku. 

Diikutsertakan dalam #FF100Kata


Close to You


Foto : Cappucinored


Sore menjelang di penghujung hariku. Entah hitungan hari ke berapa, penantian ini belum mencapai lelahnya. Senja beranjak perlahan di ujung jendela. Aku menghela sejenak, masih berpikir tentang ini, tentang keputusanku.

" Kamu yakin? ini berat untukmu, apa kata keluargamu nanti?", ujarnya.

Pertanyaannya di pertemuan kita yang terakhir itu, masih jelas dalam linimasaku. Tahukah kamu? Belum pernah aku seyakin itu.

" Menurutku, kamu orang paling keras kepala yang pernah aku temui", katanya, dulu sekali.

Aku hanya tersenyum. Aku memang begitu.

Sudahlah, baik-baik saja kamu di sana. Biar saja musim penggugur yang berbicara.  Menutup hatiku hanya padamu. Hatiku tetap perawan, hanya menunggumu saja.

Diikutsertakan dalam #FF100Kata

Kamis, 07 November 2013

November itu Bernama Kenangan

Foto : Cappucinored




Bagiku, November itu bukan tentang bulan kesebelas. Bukan tentang penghujung gerimis di sela-sela musim yang basah.

 Jejak kita adalah metamorfosis lembayung yang malu-malu mengangkat mukanya, tertunduk. November adalah tentang jatuh cinta diam-diam pada suatu sore.

“Martabaknya di sini enak, kita pesan ya?”

Suaranya serupa dengung yang tak bosan aku dengarkan. Kata yang keluar darinya tak pernah bisa aku bantah.

“ Hmm.. aku.....” Ia tak melanjutkan ucapannya. Kita terdiam.

Sepanjang ingatan, bulan ini adalah kelam. Sepanjang kenangan, lambat laun terhabiskan. Semua usang. Kepada kenangan yang tertinggal di persimpangan jalan, tetaplah di situ. Sebelas tak pernah ada di hidupku.


 Diikutsertakan dalam  #FF100Kata