Kawah Putih, Bandung |
Aku ingin jatuh cinta. Ya. Aku ingin jatuh cinta pada orang yang
sama berkali-kali. Tanpa aku merasa resah, rasa ini menjadi berkurang dan
berangsur menghilang. Memudar seiring waktu, menghilang tanpa jejak, hangus tak
berbekas, tak terasa lagi.
Aku ingin jatuh cinta pada waktu ketika kau tersenyum. Membuat
duniaku berhenti sesaat. Merasakan sesuatu yang tak terkatakan, dan aku yang
menentukan kapan waktu boleh berputar kembali. Demi terus melihat senyumnya.
Bagiku, cinta itu tak perlu muluk-muluk. Tak perlu dia membuatkan
masakan untukku setiap hari, tak perlu dia membuatkan kopi untukku di pagi
hari. Hei, dia bukan mbak-mbak yang bekerja di rumahmu kan?
Cukuplah sebaris kata, “selamat pagi” setelah mentari menyapa
bumi. Menghangatkan hati yang terkadang beku oleh sinisnya malam hari. Lebih
dari cukup, lukisan senyum dan sapaan, “selamat siang” , ketika fajar pergi dan
berganti riuh manusia-manusia yang terjebak dunia serta segala keangkuhannya. Ketika
senja tiba, kau tak perlu datang dengan banyak kata, cukup hadirmu saja, itu
sudah lebih dari cukup. Aku terlalu melankolis barangkali, tak apa, biarkan
saja. Mungkin ini efek jatuh cinta.
Aku ingin jatuh cinta. Jatuh yang sebenar-benarnya jatuh. Sakit?
Pasti akan sakit. Bagaimana tidak? Ketika aku memutuskan jatuh cinta padamu,
maka akan ada sepaket rasa yang lain yang harus aku terima. Mau tidak mau, suka
tidak suka. Ah, nampak rumit, tapi aku mau.
Ketika aku jatuh cinta padamu, akan ada sekelumit cemburu di sana.
Jadi maafkan aku. Cemburu itu bukan tanda sayang, menurutku, hanya sebuah
perasaan takut kehilangan. Wajar, aku mencintaimu.
Biarkan aku jatuh cinta. Melebur kejujuran yang aku cipta
seutuhnya untukmu. Tanpa kata-kata yang semu, aku ingin kau tahu tentangku.
Naif memang, untuk berkata-kata, aku mendadak kelu. Tolong maafkan. Pasti kamu
ingat, setiap kita bertemu, kata-kata mendadak menguap dihening udara. Lucu
sekali, miris memang.
“Hai, apa kabar? Sudah makan?”
Klise sekali kata-katamu. Hanya basa-basikah? Maafkan aku. Aku
hanya tak terlalu percaya diri bila di hadapanmu. Aku kesal pada diriku
sendiri. Selalu saja, aku hanya bisa menganggukkan kepala atau menggelengkan
kepala. Bukan, bukan sombong, sungguh. Di depanmu, aku seolah tenggelam.
Aku ingin jatuh cinta. Seindah gerimis di sore hari. Menyejukkan.
Meneduhkan. Seperti episode sore gerimis kita, yang terekam tanpa kata, namun
bermakna.
Sore itu, beberapa tahun lalu,
mendung menyapa kota kita. Aku dan kamu masih masih sibuk mengerjakan
tugas kampus. Hujan pertama kita. Obrolan pertama kita di sore yang gerimis.
“aku suka memotret hujan”, katamu.
Pantas saja, hanya dia yang masih bertahan di tengah hujan.
Matanya berbinar menatap tiap tetes air yang beribu banyaknya menyapa bumi.
Dia kegirangan. Indah sekali dimataku. Di sore itu, aku berpikir,
mungkinkah aku jatuh cinta pada dia sang pecinta hujan ?
Katamu, “aku jatuh cinta
pada hujan”.
Aku tersenyum mendengarkanmu. Beruntung sekali kau, hujan. Kamu
jatuh cinta pada hujan, sebab hujan meneduhkan. Seperti itulah seharusnya
cinta. Meneduhkan. Bukan meletup-letup tanpa jeda, lalu menguap secepat kilat.
Tanpa sisa. Ah, kamu ternyata filosofis juga. Aku bertambah kagum.
“Aku hanya seseorang yang sederhana”
Senja kita berikutnya, masih di tempat yang sama, masih menunggu
hujan reda. Kamu sederhana mungkin, tapi kamu teramat istimewa. Terdengar
berlebihan mungkin. Tak apa, toh aku hanya berbicara tentangmu pada diriku
sendiri, aku belum cukup berani. Sederhanamu itu, yang membuatku jatuh cinta.
Aku ingin jatuh cinta. Jatuh cinta pada rasa yang tak biasa. Bukan
hanya jatuh pada sesuatu yang semu, sesuatu yang absurd. Aku tak mau menetapkan
rasa pada sesuatu yang tak pasti. Aku tak ingin ada abu-abu. Aku tak ingin
menatap sesuatu yang samar. Aku ingin semua nyata. Jadi, bersabar ya.
Jangan mengatakan iya, jika kamu masih ragu. Aku tak mau. Biarkan
kuberikan yakin hingga hatimu tergugu. Waktuku masih cukup untuk meyakinkanmu,
bukan? Yang abu-abu itu perlahan akan memudar, aku yang nyata, bukan dia.
“Aku belum bisa” , katamu.
Aku tak pernah memaksa cinta. Aku sudah pernah bilang bukan, aku
akan membuatmu jatuh cinta. Bukan, bukan aku terinspirasi dari lagu. Bukan juga
aku percaya pada pepatah jawa, bukan. Entah mengapa, aku begitu yakin, aku akan
bahagia jika di dekatmu. Maka, jangan salahkan jika aku akan terus berusaha.
Aku ingin jatuh cinta. Pada ketenanganmu. Sungguh di dekatmu aku
belajar banyak. Terkadang, diammu berbicara lebih dari sekedar kata. Banyak
kata mematikan rasa, katamu. Aku tidak mengerti. Kamu hanya tersenyum. Aku
menunggu kau bicara, sedikit saja, jangan diam. Kau hanya menghela nafas. Cukup.
Bicaralah.
Dalam keramaian manusia, sejenak diamlah, katamu. Aku menurut.
Masih katamu, dalam kata, terkadang cinta tak ada. Cinta tak bisa kita temui
dalam kata yang biasa. Rasakanlah hadirnya, tanpa perlu banyak kata.
Aku setuju.
Aku ingin jatuh cinta. Jatuh cinta pada matahari. Pada pagi hari
yang mengawali hari. Pada pagi hari dimana nanti kaulah yang kan menyapaku
setiap pagi, selepas bangun dari tidur. Harapku, itu baru harapanku. Kau yang
akan aku lihat pertama, saat aku membuka mata lalu mengucap doa. Bukan untuk
aku suruh membuatkan segelas teh atau kopi, bukan untuk aku suruh membuatkan
sarapan. Tapi, orang yang akan selalu aku sapa dalam doa pagiku.
“Aku ingin menjadi seseorang yang
selalu didoakan oleh orang yang kusayang”, begitu kau berujar.
Aku orangnya. Yang akan selalu mendoakanmu, tanpa kau minta.
Aku ingin jatuh cinta. Padamu. Lalu aku yang akan mengucapkan tiga
kata itu padamu, setiap hari. Aku tidak akan takut kau bosan, karena aku
mengucapkannya dengan sederhana. Tulus.
Aku ingin jatuh cinta padamu setiap hari. Merasai rindu setiap
hari. Menyayangimu pun setiap hari. Melindungimu setiap hari. Aku ingin, dan
aku akan selalu begitu.
Aku ingin jatuh cinta. Jatuh cinta yang selayak embun di pagi
hari. Menetes membias indah pada daun-daun. Memberikan sinar yang tak redup
jika bertemu mentari. Aku ingin jatuh cinta pada hatimu, bukan ragamu. Hatimu
tak akan berubah, akan selalu tetap indah, walau usia bertambah.
Maka, biarkan aku jatuh cinta padamu. Lalu cinta kita akan tumbuh
tua bersama waktu. Melalui rentang yang tak berbatas. Membingkai kenangan
abadi, yang tak akan redup dimakan usia. Namun, jika batas itu habis bersamamu,
sungguh aku tak kan menyesal. Berbagi sapaan pagi hingga malam menjelang. Berbagi
detik bersamamu.
Aku ingin jatuh cinta, pada seseorang bermata sendu.Pada matanya
aku temukan teduh, pada matanya aku temukan diriku, padanya aku temukan
rumahku.
Aku ingin jatuh cinta, pada seseorang yang mencintai hujan. Pada
seorang sederhana, bernama Laras.