Minggu, 01 September 2013

Dialog Pagi Hari

Antologi pertama saya : Kejutan Sebelum Ramadhan buku #10, bersama cerpen dari penulis lain, diterbitkan melalui kompetisi via nulisbuku.com, ramadhan 2013, baca cerpennya di bawah, pemesanan via nulisbuku.com, royalti buku akan disumbangkan :)





Dialog Pagi Hari
Cappucinored




Fajar pagi ini datang bersama jutaan tetes embun yang sinarnya terpantul di sela dedaunan. Aku berjalan pelan di antara ribuan ilalang yang tingginya tak sama. Menyembunyikan tubuh mungilku yang kegirangan bertemu bunga-bunga liar berwarna putih. Pagi masih terlalu dini, masih terlalu dingin.

Ya, itu hanya mimpi. Nyatanya, aku masih nyaman berlindung di balik selimut. Menghentikan suara merdu Katy Perry dan fireworks-nya. Aku tidur lagi.

Hei, ini hari minggu, teman! Tak apa aku tidur lagi, biarkan saja. Seminggu ini aku sudah diperbudak pekerjaan, jadi sah-sah saja aku menikmati hari mingguku ini.

Aku berjalan ke atas bukit. Dari sana, aku bisa melihat lebih jelas. Air sungai beriak riang perlahan, bersama desau angin yang semilir. Dari kejauhan aku melihat sosokmu mendekat. Kamu. Aku terdiam. Kenapa selalu begitu? Aku tak bisa berlaku biasa-biasa saja ketika ada kamu. Kamu tersenyum dari kejauhan. Aku tergugu. Kamu tiba-tiba sudah ada di depanku. Beberapa kata sepertinya akan kamu ucapkan.

Aarrrghh... Katy Pery nyanyi lagi siih.... Oke!

Katy Pery ini mengganggu sekali, sedang enak-enaknya mimpi indah. Selimut masih belum disibak. Aku masih setengah sadar. Ini masih terlalu pagi. Mentari juga masih malu-malu. Kulihat jam weker di samping tempat tidur, jam setengah enam kurang lima menit. Minggu terakhir aku bisa bangun siang, besok sudah bulan puasa, harus bangun sahur. Artinya, ngga ada dulu jadwal bangun siang. Oke sip.

Aku baru akan memejamkan mata kembali, ketika tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamar kosku. Ini pasti bukan Katy Pery! Siapa...??? Ini masih pagi sekali. Aku salah dengar barangkali? Tidur lagi saja. Tapi kok masih ada yang mengetuk yah? Baiklaaaah, aku menyerah.

Kusibak juga selimut merahku, sedang mataku masih setengah terpejam. Langkah kakiku kompak dengan mataku. Aku berharap pendengaranku salah, bukan pintu kamarku yang diketuk.

Jarakku sudah dekat sekali dengan pintu. Hening. Ketukannya sudah berhenti. Perlahan aku memutar kunci dan kubuka pintu kamarku.

Sesosok tubuh tak tinggi tak juga pendek berdiri membelakangiku. Aku seperti mengenalinya. Aku sapa tamu pagiku itu.

“ Selamat pagi “.

Tamu pagiku itu membalikkan badannya.

“Selamat pagi juga, Laras “.

Fajar  terlalu cepat menyapa pagi ini. Embun pagi pun belum tuntas meneteskan sejuknya di dedaunan. Tanah pun masih basah, sisa hujan semalam. Kamu, terlalu cepat datang.

Aku hanya tersenyum kaku. Entah bagaimana rupaku saat itu. Bayangkan saja rupa orang yang baru bangun tidur. Terlalu jelas kekagetan dan kegugupanku. Oke. Aku kalah. Kenapa pula kamu terlalu manis tersenyum?

“ Sarapan bubur ayam yuk, di ujung gang itu “.

Beberapa menit lalu aku masih bermimpi tentang sosoknya yang membuatku mati gaya, catat, dalam mimpi. Lalu, kenapa dalam nyata pun demikian?

“ Mau ngga? Cepat dong, aku lapar nih “ , katamu.

Terima kasih atas kunjungan paginya. Aku terkejut.

Aku berganti pakaian seadanya. Jeans lusuh dan kaos oblong, tak ketinggalan sendal jepit merah. Sementara kamu, sudah siap dengan pakaian orang yang mau pergi ke kafe. Iya. Begitulah. Kita akan makan bubur ayam.

Embun pagi sudah akan pergi. Sinar mentari diam-diam datang menelusup ke sudut kamarku. Kamarku kosong. Aku ada denganmu.

“ Mau nambah lagi? “ , tanyamu.

Aku hanya menggeleng. Aku tak cukup punya nafsu makan pagi itu. Kedatanganmu terlalu mendadak. Dalam diam, aku berpikir dan mencoba mengira-ngira. Apa maksud kedatanganmu?

“ Kamu kenapa, sakit, dari tadi diam terus “

Kamu, tak pernah bisa aku mengerti. Aku luluh dengan kebaikanmu. Kamu tak pernah tahu itu. Selama ini kita tak kemana-mana. Aku tak pernah bisa menerka hatimu. Bersamamu, aku selalu menjadi lebih pendiam. Salah seharusnya aku biasa saja.

“ Aku mau ke Jepang, hari pertama bulan Ramadhan, pagi sekali.. “.

Fajar pagi mengantar kabar yang kelabu. Jarak yang dekat tak pernah bisa membuka hatimu. Kamu terlalu bias. Mungkinkah dengan bertambah jarak semua akan lebih jelas? Entahlah.

“ Hanya enam bulan saja, aku dapat bea siswa “ .

Lama percakapan kita menggantung di udara. Pikiranku entah menggembara ke mana. Bubur ayam yang belum habis menjadi korban kegamanganku, kuaduk-aduk tanpa kusikapi. Jepang? Jauh sekali...

“Ras, kamu orang pertama yang kukabari loh.., maaf ya mendadak, aku ingin mengatakan sesuatu yang lain sebenarnya.. “

Kata-katamu memecah keheningan kita. Hei, Apa itu? Aku membaca sesuatu yang tak biasa pada matamu.

“Bersediakah kamu menungguku? .............“

Pagi ini mungkin terlalu cepat datang, tapi aku buru-buru merevisi kekesalanku pada sang fajar. Ada rasa yang tertinggal di hari ini. Ada rasa yang kau titipkan pada hatiku. Iya. Aku mau menunggumu.



“Will you marry me....”

Photo : Cappucinored

Tidak ada komentar:

Posting Komentar